Jumat, 07 Oktober 2011

Sejarah,peran, dan fungsi WTO serta realitanya


BAB I
pendahuluan

A.    Latar belakang
Hukum internasional merupakan serangkaian aturan yang mengatur masyarakat internasional. Masyarakat internasional disini dimaksudkan adalah negara atau organisasi internasional yang bergerak dibidang masing.
Bebicara masalah organisasi internasional tentunya tidak terlepas dari apa yang sebenarnya yang dimaksudkan dengan organisasi internasional. Organisasi internasional merupakan kumpulan negara –negara berdaulat atau kelompok orang yang menggabungkan diri untuk suatu kepentingan tertentu, dimana masing-masing anggota mengikatkan diri dengan sejumlah konvensi-konvensi yang dibuat.
Mengenai bentuk atau bagaimana struktur daripada organisasi tersebut itu sangat tergantung pada tujuan oerganisasi itu hendak dibuat. Dan yang perlu diketahui bahwa yang namanya organisasi internasional itu ada 2 macam bentuk pada umumnya, yaitu organisasi internasional publik dan organisasi internasional privat. Organisasi yang publik biasanya memiliki tujuan yang umum yang beranggotakan negara-negara, sedang organisasi yang privat sarat dengan tujuan-tujuan khusus organisasi itu dibentuk dan anggotanyan bisa dari kumpulan orang orang atau pengusaha-pengusaha.
Makalah ini akan mencoba membahas mengenai satu bentuk atau jenis organisasi internasional yang ada,yaitu WTO. Disini kita akan mencoba meliba melihat bagaimana sejarah pembentukan WTO,peran funsi dan tujuan ,struktur dan mekanismenya,serta sampai bagaimana WTO itu sendiri atau realitanya di indonesia.
Sekilas WTO itu merupakan organisasi yang bergerak dibidang perdangan dunia,untuk lebih lanjutnyan nanti kita akan melihat  dalam bab berikutnya (pembahasan WTO itu sendiri)




BAB II
Pembahasan

A.  Sejarah pembentukan WTO(World Trade Organization)
World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangan di negaranya masing-masing. Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan. Pemerintah Indonesia merupakan salah satu negara pendiri Word Trade Organization (WTO) dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.
Gagasan untuk mendirikan suatu organisasi perdagangan multilateral telah mulai dirintis dengan disepakatinya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947, sebagai awal dari rencana pembentukan International Trade Organization (ITO), yang merupakan satu dari 3 (tiga) kerangka Bretton Woods Institution.
Memperhatikan perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam hubungan perdagangan internasional sejak berdirinya GATT menimbulkan pandangan perlunya beberapa peraturan dan prosedur diperbaharui, khususnya didasarkan akan kebutuhan untuk memperketat prosedur penyelesaian sengketa. Timbul pemikiran untuk membentuk suatu badan tingkat tinggi yang permanen untuk mengawasi bekerjanya sistem perdagangan multilateral dan diarahkan pula untuk menjamin agar negara-negara peserta (Contracting parties) GATT mematuhi peraturan-peraturan yang telah disepakati dan memenuhi kewajiban-kewajibannya.
Dalam Perundingan Perdagangan Multilateral Putaran Uruguay (Uruguay Round), Punta Del Este, 20 September 2006, pemikiran tentang pembentukan suatu organisasi perdagangan multilateral dimaksud secara implisit termuat di dalam Deklarasi Punta del Este. Hal tersebut merupakan salah satu dari 15 bidang perundingan dalam Putaran Uruguay, yaitu negosiasi mengenai upaya untuk meningkatkan fungsi sistem GATT. Tujuan yang hendak dicapai dalam negosiasi fungsi sistem GATT ini adalah: (1) meningkatkan fungsi pengawasan GATT agar dapat memantau kebijakan dan perdagangan yang dilakukan oleh contracting parties (CPs) dan implikasi terhadap sistem perdagangan internasional. (2) memperbaiki seluruh aktivitas dan pengambil keputusan GATT sebagai suatu lembaga, termasuk  keterlibatan para menteri yang berwenang menangani masalah perdagangan, (3) meningkatkan kontribusi GATT untuk mencapai “greater coherence” dalam pembuatan kebijakan ekonomi global melalui peningkatan hubungan dengan organisasi internasional lainnya yang berwenang dalam masalah moneter dan keuangan.
Sesudah melalui tahapan-tahapan proses perundingan yang alot dan konsultasi-konsultasi maraton yang intensif atas draft-draft yang diusulkan lebih dari 120 negara, akhirnya pada Pertemuan Tingkat Menteri Contracting Parties GATT di Marrakesh, Maroko, pada tanggal 12-15 April 1994, disahkan Final Act tanggal 15 April 1994 dan tanggal berlakunya WTO. Persetujuan pembentukan WTO terbuka bagi ratifikasi oleh negara-negara dan diharapkan dapat diberlakukan efektif pada 1 Januari 1995. Untuk mengatasi adanya kekosongan antara Pertemuan Tingkat Menteri di Marrakesh, Maroko sampai dengan tanggal berlakunya WTO, dibentuklah suatu lembaga sementara yaitu Implementation Committee yang bertugas antara lain memperhatikan program kerja WTO, masalah anggaran dan kontribusi serta masalah keanggotaan WTO. Pada  pertemuan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) IV di Doha (Doha Round), Qatar dari tanggal 9-14 November 2001, Indonesia mengikutsertakan 32 orang delegasi. Putaran Doha merupakan putaran kesembilan negosiasi perdagangan yang diluncurkan sejak sistem multilateral terbentuk tahun 1947. Delapan putaran selanjutnya diluncurkan di bawah payung GATT, yang kemudian  berganti nama menjadi WTO tahun 1995.
Oleh sebab itu, muncul pertanyaan, apakah GATT sama dengan WTO? Tidak. WTO adalah GATT ditambah dengan banyak kelebihan lainnya. Untuk lebih jelasnya, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) adalah: sebagai suatu persetujuan internasional, yaitu dokumen yang memuat ketentuan-ketentuan mengatur perdagangan internasional. Walaupun upaya untuk menciptakan suatu badan perdagangan internasional pada tahun 1940-an mengalami kegagalan, para perumus GATT sepakat bahwa mereka menginginkan suatu aturan perdagangan yang bersifat multilateral. Para pejabat pemerintah juga mengharapkan adanya pertemuan/forum guna membahas isu-isu yang berkaitan dengan persetujuan perdagangan. Keinginan tersebut memerlukan dukungan suatu sekretariat yang jelas dengan perangkat organisasi yang lebih efektif. Oleh karena itu, GATT sebagai badan Internasional, tidak lagi eksis. Badan tersebut kemudian digantikan oleh WTO.
Sebelum berdirinya WTO masih banyak perundingan yang dilakukan dalam rangka memujudkan perjanjian multilateral berkaitan dengan perdagangan antara lain:
1.      Tahun 1947-1948: Untuk pertama kalinya sejak PD II berakhir, negara-negara di dunia terutama dari Blok Barat menginginkan adanya suatu bentuk sistem perdagangan internasional yang lebih adil dan komprehensif untuk membangun ekonomi dunia yang hancur akibat perang. Pada tahun 1947 di Geneva diadakan perundingan perumusan perjanjian GATT yang menetapkan penurunan 45.000 jenis tarif dengan nilai 10 miliar dolar AS. Perundingan ini diikuti 23 negara.
2.      1949: Pada tahun 1949 di Kota Annecy berlangsung perundingan yang lebih dikenal sebagai “Perundingan Annecy”. Dalam perundingan kali ini, telah disepakati untuk meratifikasi 5000 jenis tarif yang diikuti 33 negara.
3.      1950-1951: Pada periode ini berlangsung “Perundingan Torquay” yang diselenggarakan di Kota Torquay dimana disepakati untuk meratifikasi 5,500 jenis tarif yang diikuti oleh 34 negara.
4.      1955-1956: Pada periode ini berlangsung “Perundingan Jenewa” yang diselenggarakan di Kota Jenewa di mana disepakati untuk meratifikasi sejumlah jenis tarif dengan nilai perdagangan sejumlah 2,5 miliar dolar AS, yang diikuti oleh 34 negara.
5.      1960-1961: Pada periode ini berlangsung Perundingan yang lebih dikenal sebagai “Putaran Dillon”, yang diselenggarakan di Kota Jenewa, putaran GATT kali ini diikuti oleh 45 negara yang menghasilkan kesepakatan untuk meratifikasi 4.400 jenis tarif dengan nilai perdagangan sejumlah 4,9 miliar dolar AS, yang diikuti oleh 34 negara.
6.      1964-1967: Putaran GATT kali ini lebih dikenal sebagai “Putaran Kennedy”, yang diselenggarakan di Jenewa. Perundingan ini menyepakati penurunan sejumlah jenis tarif dengan nilai perdagangan sejumlah 40 miliar dolar AS dan kesepakatan anti-dumping yang diikuti 48 negara.
7.      1973-1979: Putaran GATT yang lebih dikenal sebagai “Putaran Tokyo”, Jepang dengan menghasilkan beberapa kesepakatan antara lain; ratifikasi sejumlah jenis tarif dan non-tarif dengan nilai perdagangan sejumlah 155 miliar dolar AS. Perundingan kali ini diikuti oleh 99 negara.
8.      1986-1988: Dalam periode ini, negara-negara peserta mengadakan perundingan di Jenewa berdasarkan mandat Deklarasi Punta Del Este. Perundingan kali ini tidak hanya membahas peratifikasian tarif dan non-tarif sejumlah komoditas, namun juga telah membahas bidang jasa dalam perdagangan dunia. Di tahun 1980-an, Indonesia memainkan peranan aktifnya dalam putaran GATT ini dengan ditariknya suatu konklusi bahwa Indonesia harus mengubah haluan dari orientasi yang berbasis impor ke arah strategi orientasi ekspor.

Sabtu, 01 Oktober 2011

jaminan fidusia


JAMINAN FIDUSIA
A.   Pengertian
Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Begitu pula istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam terminologi Belanda istilah ini sering disebut secara lengkap yaitu Fiduciare Eigendom Overdracht (F.E.O.) yaitu penyerahan hak milik secara kepercayaan. Sedangkan dalam istilah bahasa Inggris disebut Fiduciary Transfer of Ownership.
Menurut Undang-undang nomor 42 Tahun 1999, pengertian  Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda  yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Sedangkan yang dimaksud dengan Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan  benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagai mana dimaksud  dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan  Pemberi Fidusia (debitor), sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan  kepada Penerima Fidusia (kreditor) terhadap kreditor lainnya.
Fidusia ini merupakan suatu jaminan yang didasarkan pada adanya perjanjian pokok. Jadi merupakan ikutan dari suatu perjanjian pokok tertentu misalnya perjanjian kredit/hutang piutang  yang jaminannya adalah barang bergerak. Jaminan fidusia ini memberikan kedudukan yang diutamakan privilege kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.
Dari definisi yang diberikan jelas bagi kita bahwa Fidusia dibedakan dari Jaminan Fidusia, dimana Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan Jaminan Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.
B.   Sifat Jaminan Fidusia
Sifat-sifat dari Jaminan Fidusia:
1.         Jaminan Fidusia memiliki sifat accessoir.
2.         Jaminan Fidusia memberikan Hak Preferent (hak untuk didahulukan).
3.         Jaminan Fidusia memiliki sifat droit de suite.
4.         Jaminan Fidusia untuk menjamin utang yang sudah ada atau yang akan ada.
5.         Jaminan Fidusia memiliki kekuatan eksekutorial.
6.         Jaminan Fidusia mempunya sifat spesialitas dan publisitas.
7.         Objek jaminan fidusia berupa benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dan benda tidak bergerak yang tidak dibebankan dengan Hak Tanggungan, serta benda yang diperoleh dikemudian hari.

C.   Objek Jaminan Fidusia
Objek jaminan Fidusia adalah berdasarkan ketentuan ini, bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat di bebani Hak Tanggungan berdasarkan Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dapat dijadikan objek Jaminan Fidusia. Dengan keluarnya UUJF dapat saja Jaminan Fidusia diberikan terhadap bangunan yang tidak bisa dijaminkan melalui Hak Tanggungan.
Terhadap bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan, maka dengan keluarnya UUJF dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia, tetapi sampai saat ini belum pernah terjadi hal tersebut di Kantor Pendaftaran Fidusia (selanjutnya diebut dengan KPF) Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manuia Sumatera Utara. Namun ada yang ingin melakukan pembebanan Jaminan Fidusia dengan objek tersebut, akan tetapi pihak Kantor Pendaftaran Fidusia tidak melakukan karena adanya keraguan dengan perangkat undang-undang yang dikeluarkan tersebut apakah dapat melindungi hak-hak pihak kreditor.
Sepanjang perjanjian itu bertujuan untuk membebani benda dengan Jaminan Fidusia, perjanjian tersebut tunduk pada UUJF. Pada umumnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia itu benda bergerak yang terdiri atas benda dalam persediaan, benda dagangan, piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor. Dengan kata lain objek jaminan fidusia terbatas pada kebendaan bergerak. Guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia objek Jaminan Fidusia diberikan pengertian yang luas, yaitu :
1. Benda bergerak yang berwujud;
2. Benda bergerak yang tidak berwujud;
3. Benda bergerak, yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan.

Dalam pasal 1 angka 4 UUJF diberikan perumusan batasan yang dimaksud dengan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, sebagai berikut:
Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupaun yang tidak bergerak yang tidak dapat disebani Hak Tanggungan atau Hipotek”
Dari bunyi perumusan benda dalam Pasal 1 angka 4 UUJF di atas, objek Jaminan Fidusia ini meliputi benda bergerak dan benda tidak bergerak tertentu yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan atau Hipotek, dengan syarat bahwa kebendaan tersebut “dapat dimiliki dan dialihkan”, sehingga dengan demikian objek Jaminan Fidusia meliputi :
1.      Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum;
2.      Benda atas benda berwujud;
3.      Benda atas benda tidak berwujud, termasuk piutang;
4.      Dapat atas benda yang terdaftar;
5.      Dapat atas benda yang tidak terdaftar;
6.      Benda bergerak;
7.      Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan
8.      Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hipotek
Dengan kata lain, objek Jaminan Fidusia itu berupa :
a)      Benda bergerak yang berwujud;
b)      Benda bergerak yang tidak berwujud;
c)      Benda bergerak yang tidak terdaftar;
d)     Benda bergerak yang tidak terdaftar;
e)      Benda tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan;
f)       Benda tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat dibebani dengan Hipotek;
g)      Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman yang dikutip dari Tan Kamello, bahwa salah satu objek Jaminan Fidusia adalah tanah belum terdaftar.

D.   Subjek Jaminan Fidusia
Subjek jaminan fidusia adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian pembebanan jaminan fidusia, yaitu pemberi dan penerima fidusia. Pemberi fidusia adalah orang peraorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia, bisa debitur sendiri maupun pihak ketiga. Sedangkan penerima fidusia adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia. Penerima fidusia tidak bisa lain daripada kreditur yang bisa lebih dari satu dalam rangka pembayaran kredit konsorsium.
Jadi syarat pihak pemberi fidusia adalah pemilik benda yang dibebani fidusia, sehingga berwenang mengalihkan hak kepemilikan benda tersebut. Akan tetapi, apabila benda yang menjadi objek jaminan fidusia itu benda bergerak yang tidak terdaftar menurut UU seperti barang-barang perhiasan, akan sangat sulit bagi pemerima fidusia untuk menyelidiki apakah pemberi fidusia benar-benar sebagai pemilik atas benda itu, karena pasal 1977 BW menentukan barang siapa yang menguasai kebendaan bergerak, ia di anggap sebagai pemilik.
E.   Pembebanan, Pendaftaran, dan Pengalihan Jaminan Fidusia
Proses atau tahapan pembebanan fidusia adalah sebagai berikut:
1.     Proses pertama, dengan membuat perjanjian pokok berupa perjanjian kredit;
2.     Proses kedua, pembebanan benda dengan jaminan fidusia yang ditandai dengan pembuatan Akta Jaminan Fidusia (AJF), yang didalamnya memuat hari, tanggal, waktu pembuatan, identitas para pihak, data perjanjian pokok fidusia, uraian objek fidusia, nilai penjaminan serta nilai objek jaminan fidusia;
3.     Proses ketiga, adalah pendaftaran AJF di kantor pendaftaran fidusia, yang kemudian akan diterbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada kreditur sebagai penerima fidusia;
Pemberian jaminan fidusia merupakan perjanjian yang bersif at accesoir dari suatu perjanjian pokok sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 6 huruf b UUJF dan hares dibuat dengan suatu akta notaris yang disebut sebagai akta Jaminan Fidusia. Agar perjanjian penjaminan fidusia tersebut mengikat kepada pihak ketiga, maka hares didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) - asas publisitas sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 UUJF - dan kepada Penerima Fidusia yang memenuhi syarat akan diberikan Sertifikat Jaminan Fidusia sebagai bukti kepemilikan hak agunan atas kebendaan yang difidusiakan.
Dalam pelaksanaan pembebanan kendalanya adalah dalam pengikatan benda jaminan fidusia berupa benda persediaan dan piutang. Dalam pelaksanaan pendaftaran fidusia kendalanya adalah dari pelaku usaha yang belum menyadari pentingnya pendaftaran fidusia dan terbatasnya fasilitas Kantor Pendaftaran Fidusia.
F.   HAPUSNYA JAMINAN FIDUSIA
Jaminan fidusia hapus karena hal – hal sebagai berikut :
1. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
2. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia;
3. musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
Dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan fidusia musnah dan benda tersebut diasuransikan, maka klaim asuransi akan menjadi pengganti obyek jaminan fidusia tersebut. Apabila jaminan fidusia hapus, penerima fidusia memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan hak, atau musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tersebut. Dengan hapusnya jaminan fidusia, Kantor Pendaftaran Fidusia mencoret pencatatan Jaminan fidusia dari Buku Daftar Fidusia, selanjutnya Kantor Pendaftaran Fidusia memberikan surat keterangan yang menyatakan Bukti Pendaftaran Fidusia yang bersangkutan ini tidak berlaku lagi.